💘Antologi puisi, rasa & kamu -JIWA-
-1-
Ke hadapan rumah yang dipenuhi
perabot perangkap bunyi yang saling berbalas sunyi,
tampak seperti mengisi tapi
persis bayang-bayang yang berpura-pura menemani.
Yang dikatakan ada penghuni
yang bersifat sempurna,
bermulut tapi suka diam termangu
ibarat bermain di atas pentas wayang bisu.
Yang dikatakan ada kamar tidur
yang patut menjadi arena memeluk mimpi,
tapi menjadi tempat bersorok diri.
Yang dikatakan ada selimut
yang patut menghangatkan
dalam pelukan hujan,
tapi akhirnya digunakan
mengesat mata yang berhujan.
Yang dikatakan ada makanan
yang sudah dihidangkan
tapi tak ikhlas mengenyangkan.
Aku lebih suka rumah yang kosong
tatkala aku bicara ia menjawab.
Walau tak berkursi meja
namun aku mendengar
bahasa cinta itu berbisik
disetiap pelusuk dindingnya.
Walau tak berkamar
tapi ada ruang
yang setia menunggu
kepulanganku.
Yang punya makanan
tapi disengajakan
untuk melapar lagi.
Jika aku kesejukan,
setidaknya ia tidak pernah
berniat untuk menyakiti.
-JIWA-
-2-
Aku bak embun
setia menanti terbitmu.
Dengan semburat sinarmu
engkau melakar sebuah potret
di dinding penjaraku.
Namun acap kali aku
berkicau rindu,
engkau menjadi senja
pergi tanpa sebarang kata.
Pada malam yang malap,
aku mencipta dua buah sayap,
untuk mengudara tinggi
demi memeluk hangatmu
antara bimasakti.
Tapi sayang aku bukan bintang
aku tak secantik kejora,
yang engkau pandang sebelah mata.
Engkau menghukum
setiap inderaku yang fana,
menyala sayap-sayap menjadi abu
ke bumi aku dibawa pulang.
Aku bukan sahaja
telah dibutakan
dengan kilauan cahayamu,
aku malah turut dijadikan
korban cinta dustamu.
-JIWA-
Kamu bermati-matian
demi cinta yang tak jadikan
kematianmu itu syahid.
Rintikan hujan yang menyatukan
langit dan bumi.
Ibarat sebuah melodi yang dimainkan
instrumen semesta agar
menawar gundah dan luka.
*Puisi ini diambil dari buku Teruntuk Langit Yang Bercanda -JIWA-
*Please wait for the next 'Puisi' 😍
No comments:
Post a Comment